Minggu, 11 Januari 2015

Someone Like You

0



 Clara
            Aku takkan menyalahkanmu jika kau mengatakan aku gila. Pesakitan yang membuang-buang uang hanya karena putus cinta. Yah, rela menggelontorkan uang hampir $ 9.199 hanya untuk berlibur di atas sebuah kapal Seven Seas Voyager selama tujuh belas hari untuk mengarungi Laut Cina Selatan.
            Cinta, sebuah hal magis yang sulit untuk disangkal. Yah, karena saat kau jatuh cinta semua hal yang berhubungan dengannya akan menjadi hal yang menarik. Rela melakukan apapun hanya demi dia. Catat, hanya demi dia! Begitu juga saat putus cinta. Kau rela membuang kewarasan dan masa muda hanya demi memikirkan kenangan dengannya di kamar. Mendekap selama berhari-hari tanpa makan dan minum. Entah berapa kotak tisu yang terbuang dan berceceran di lantai. Aku sudah lupa. Untung saja Mama cepat ambil inisiatif dengan menyuruhku liburan. Kemanapun aku mau. Sehingga tak sampai parah dan masuk rumah sakit jiwa.
            Di sinilah aku sekarang, duduk di atas sofa berwarna coklat muda di balkon belakang kapal. Mataku tak henti memandang lurus ke depan. Walaupun sepanjang mata memandang hanya ada birunya laut dan awan, aku tetap senang. Di tengah suara deburan ombak yang terus menghantam badan kapal dan terik matahari yang menghangatkan tubuh, aku merasakan kedamaian. Entah kapan terakhir kali aku berlibur hingga lupa bagaimana rasanya merilekskan tubuh seperti saat ini.
            Kuteguk segelas cocktail dalam gelas segitiga di meja. Warnanya sebiru lautan di depan mataku. Dengan sepotong lemon sebagai garnish. Aku tak peduli pada kenyataan bahwa liburan kali ini benar-benar menguras kantong. Tapi yang pasti, aku mendapatkan hal setimpal atas apa yang aku keluarkan.
            Dahiku mengernyit mendengar suara piano yang memainkan lagu Someone Like You milik Adele. Kelihaian jemari pemainnya menarikku untuk bangkit dan mendekat. Masuk ke bagian dalam dekat kolam renang. Seingatku di sana ada sebuah grand piano berwarna putih yang tadi malam sempat kugunakan.
***

Evan
            Tepuk tangan riuh menggema di udara begitu lagu milik Adele selesai kumainkan. Orang-orang terlihat begitu bahagia mendengar permainanku. Perlahan, aku bangkit dari kursi dan sedikit membungkuk untuk mengucapkan terima kasih. Namun, tiba-tiba sepasang kaki dengan wedges berpita warna merah muda nampak di depan mataku. Aku pun mendongak dan melihat seorang gadis berambut panjang sepunggung berdiri tepat di hadapanku. Gingsul di bagian kiri giginya membuat senyumnya tampak menawan.
            “Hai…," sapanya.
            Aku pun membalas senyumnya seraya berkata, “Hai, ada yang bisa aku bantu?”
            Suara langkah kaki penonton beradu dengan lantai yang terbuat dari kayu. Sedikit berisik sesungguhnya. Membuatku agak kesulitan mendengarkan kalimat yang dilontarkan gadis di hadapanku.
            “Aku suka permainanmu.”
            “Hah?” Aku menganga mendapati ada seseorang yang mengapresiasi permainanku dan mengatakannya secara langsung. Sangat jarang. Mengingat ini pertama kalinya aku menunjukkan bakat di depan banyak orang. “Terima kasih,” ungkapku sedikit malu-malu.
            “Ehm, mau duduk di sana?” tanyanya seraya menunjuk kursi kosong di depan meja bar. “Aku traktir.”
            “Oke, no problem.”
            Desahan angin yang masuk melalui celah-celah geladak kapal menyapu poninya. Membuat mataku membulat sempurna. Berbinar-binar memperhatikannya yang duduk dengan menyilangkan kaki di atas kursi bar berlapis busa warna putih.
            “Permainan kamu ngingetin aku sama seseorang.”
            “Seseorang?” Dahiku mengkerut.
            “Seseorang yang brengsek.”
            Aku meneguk ludah dalam-dalam melihat kilatan penuh kebencian di matanya. “Sori.”
            Dia menggeleng seraya mengatakan kalau aku tak perlu meminta maaf. Tak ada gunanya. Suara riak air yang menghantam kapal terdengar lembut di telinga. Beriringan dengan hembusan angin yang terus mengajak rambut gadis di depanku menari. Gadis itu menengok ke luar. Matanya menyipit memperhatikan satu titik yang kulihat tak ada apa-apa selain laut dan awan yang biru.
            “Kita akan segera sampai,” ungkapnya gembira.
            “Sampai?” tanyaku tak mengerti.
            “Bisakah lain kali kau memainkan lagu itu untukku? Mungkin kau bisa menghapuskan kenangan buruk dalam lagu itu.”
            Aku mengangguk. “Tentu.”
            Gadis itu pun turun dari tempat duduknya. Melangkahkan kakinya pergi meninggalkanku sendirian. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Reflek, tanganku terulur ke depan dan berteriak, “Tunggu!”
            Gadis itu pun berhenti berlari. Ia memutar tubuhnya dan menatapku penuh tanya.
            “Aku belum tahu siapa namamu?!”
            “Clara. Kau bisa memanggilku Clara.”
            Ia pun kembali memutar tubuhnya dan pergi menjauh. Clara, akan kuingat baik-baik nama itu. Seorang gadis bergigi gingsul yang punya trauma dengan lagu Someone Like You.
***

#KaramDalamKata #KampusFiksi -11 Januari 2014- 661 kata

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com