Sabtu, 22 November 2014

Topeng

1





Sontak matamu membelalak melihat gadis itu menonton film buatanmu. Hotel Majapahit. Gadis di depanmu menontonnya dengan serius. Tanpa berkedip. Kau mematung tak percaya melihatnya. Hingga gadis itu menyadari kedatanganmu dan mengalihkan pandangan matanya.
                “Apa yang sedang kau lakukan disini? Menjaga stan pameran?” Kau tersenyum kecut.
                “Kau sungguh melakukannya? Kau membuat film yang buruk untuk diikutsertakan pada kelompok kita dan membuat yang bagus untuk dirimu sendiri? Kau juga tak mengatakan apapun kepada kami agar kami tak menjadi sainganmu?” Gadis di depanmu menyipitkan mata.
                Hening. Kau terhenyak mendengar pertanyaannya yang langsung tembak. Namun kau sudah tak mampu mengelak lagi.
                “Iya. Lantas kenapa?” Kau balik menantangnya. Tak ingin menjadi orang yang merasa bersalah.
                “Kau tega? Tak merasa bersalah sedikit pun pada kami?” Bibir gadis di depanmu bergetar.
                “Setiap orang mempunyai topeng masing-masing. Kau butuh hidup seratus tahun lagi untuk mempelajari semuanya.”
                “Takkan ada lagi orang yang percaya padamu. Kepercayaan itu ibarat kertas. Sekali kau merusaknya ia takkan sama lagi seperti semula.”
                “No problem.”
                Sinis. Gadis di depanmu tertawa sarkasme. “You’ll deserve it.”
***
#FFOrangkedua
Pas 169 kata
#KampusFiksi @ 2014

Sabtu, 15 November 2014

Sepenggal Kata Maaf

0





            “Tante, bohong kan?”
            Tangan Yomi gemetar memegang tangan wanita paruh baya di depannya. Berulang kali ia meneguk ludah dalam-dalam. Dadanya naik turun tak beraturan. Kelopak matanya telah penuh oleh butir-butir air mata.
           “Kak Galih nggak mungkin mati kan? Dia baik-baik aja kan? Iya kan tante?” Kepala Yomi menggeleng pelan. Sekuat tenaga ia menyuntikkan pikiran positif pada dirinya. Meyakinkan kalau Galih Fadel, calon suaminya, masih hidup.
            Yomi mengedipkan matanya. Saat itu pula air mata yang sudah sedari tadi berkumpul jatuh untuk pertama kalinya. Membasahi pipinya. Ia menarik napas panjang mendapati tak ada seorang pun yang menjawabnya. Semuanya menundukkan kepala dengan ekspresi duka.
            Tubuh Yomi roboh. Ia terduduk di lantai mengingat saat dirinya bersama Galih kemarin. Saat dimana terjadi pertengkaran yang membuat Galih melukai tangannya.
            “Aku belum sempat minta maaf sama Kak Galih. Aku belum minta maaf sama dia tante.” Yomi mendongakkan kepalanya. Menatap mata teduh ibu Galih yang melihatnya dengan sendu.
            Hening. Setiap pasang mata yang ada di lorong rumah sakit depan UGD itu menatap Yomi dengan iba. Pernikahannya dengan Galih tinggal menghitung hari. Namun kini, semuanya kandas.
            “Aku mau lihat mayatnya tante. Aku mau lihat dia untuk yang terakhir kali. Nggak apa kan?” Perlahan Yomi bangkit dan menyejajarkan dirinya dengan ibu Galih.
            “Tentu saja boleh, sayang.” Ibu Galih meraih tubuh Yomi dan memeluknya erat seperti putri kandungnya sendiri. Tangannya yang telah keriput dimakan usia, membelai punggung Yomi lembut.
            Perlahan Yomi melepaskan pelukannya. Ia berjalan menuju ruang UGD yang berada tepat di sampingnya. Tubuhnya gemetar hebat. Mendadak seluruh organ tubuhnya berhenti bekerja ketika tangannya menyentuh gagang pintu. Ia tak siap melihat wajah Galih lagi setelah pertengkaran kemarin. Namun tiba-tiba tangan ibu Galih sudah berada di atas tangannya dan membantunya untuk membuka pintu.  Keluarganya dan Galih juga sudah berdiri di belakangnya.
            Yomi memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam sebelum menarik gagang pintu. Lalu dengan sekali gerakan tangannya, yang didampingi tangan ibu Galih, mampu membuka pintu ruang UGD. Tempat dimana sebelumnya Galih telah berjuang untuk tetap hidup.
            Kaki Yomi berjalan terseok mendekati ranjang tempat Galih bersemayam. Sekuat tenaga ia menguatkan dirinya untuk menarik kain putih yang menutupi wajah Galih. Tepat saat kain itu terbuka, tangisnya pecah. Air mata bergulir dengan deras.
            “Aku minta maaf. Aku minta maaf, kak. Aku yang salah. Aku egois. Aku nggak pernah ngertiin posisi kakak. Aku selalu meminta, tapi nggak pernah sekali pun memberi. Aku minta maaf, kak.”
            Seluruh keluarga Galih dan Yomi yang ada di dalam ruang UGD menundukkan kepala. Mereka ikut menangis dalam diam. Merasakan rasa sakit yang juga Yomi rasakan. Namun mungkin tak sesakit dan setersiksa Yomi. Kecuali kedua orang tua Galih.
            “Aku kekanak-kanakan. Aku boros. Aku suka hangout sama teman-teman dan jarang peduliin kakak. Sementara kakak selalu ada tiap aku butuh. Tapi aku nggak pernah ada waktu kakak butuh aku. Aku minta maaf udah bikin kakak stres dan jadi nggak konsen waktu bawa mobil. Sampai.. Sampai.. Sampai kecelakaan itu terjadi. Dan membuat kakak pergi untuk selama-lamanya dari  hidup aku. Aku minta maaf.”
            “Yomi…” Ibu Galih mendekati Yomi dan merengkuh tubuhnya. “Udah sayang, udah.”
            “Tapi aku belum ngejelasin semuanya sama Kak Galih tante. Aku terlalu banyak nyakitin dia. Dan sekarang aku udah terlambat buat minta maaf dan memperbaiki semuanya. Aku udah terlambat…”
            Ibu Galih  melepaskan pelukannya. Ia memegang bahu Yomi erat dan menatapnya.
“Galih sayang sama kamu. Dia nggak pernah mengeluh saat kamu nggak ada ketika dia butuh. Dia juga nggak pernah protes dengan semua sifat buruk kamu. Dia mau buat kamu jadi lebih baik lagi. Makanya dia nggak ninggalin kamu setelah apa yang kamu lakuin sama dia. Galih sayang banget sama kamu, nak.”
Yomi merasa semakin bersalah mendengar apa yang ibu Galih katakan. Namun dia memang salah dan kini saat ia menyadari semua kesalahannya, orang yang telah membuatnya sadar telah pergi dan takkan pernah kembali lagi.
“Lebih baik sekarang kamu berusaha buat jadi lebih baik dan tunjukkin ke Galih kalau kamu bisa menjadi perempuan hebat seperti apa yang ia harapkan.”
“Iya tante.. Aku janji,” jawab Yomi dengan mantap.

-Fin
           
 #KampusFiksi #FiksiSakit
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com