Minggu, 06 Juli 2014

Kebiasaan buruk

0









            “Mas Bandung, tahu nggak masalah tentang dolly yang mau ditutup itu?” Sebuah ide gila tiba-tiba saja merasuk ke otak kecilku ketika sedang mengejarkan shot[1].
Jam terasa bergulir begitu cepat hari ini. Aku merasa bom waktu akan segera meledak sebentar lagi. Bagaimana tidak? Besok deadline dan hari ini aku terpaksa harus pulang jam sebelas malam untuk menyelesaikan semua assignment[2]-ku yang masih open[3]. Namun aku tak ingin terus larut dalam hal itu. Hingga akhirnya kulontarkan saja sebuah pertanyaan menggelitik kepada lead-ku yang sedang serius mengerjakan shot miliknya tersebut. Yah untuk sedikit mengurangi rasa jenuhku akan pekerjaan. Kebetulan juga tempat duduknya tepat di depanku. Sehingga aku hanya perlu menggeser layar LCD beberapa senti untuk dapat melihat wajahnya dengan jelas.
“Hmm? Kenapa? Tahu kok.” Mas Bandung menghentikkan apa yang sedang ia kerjakan sekarang. Mendengarkan pertanyaan dari salah satu anak magang yang kebetulan masuk ke dalam POD-nya.
“Menurut Mas Bandung salah nggak sih mereka mempertahankan dolly sampai kayak gitu? Sampe ada pengajian buat nolak penutupan juga lagi. Hmm.. Aku sampe ngeri baca komen di sebuah berita yang mengatakan : ‘Jika sudah banyak orang yang membela sesuatu hal yang batil dengan harga mati. Maka kiamat sudah dekat’. Setelah aku pikir-pikir ada benernya juga.”
“Hmm.. Menurut kamu dolly itu udah ada disana berapa lama?”
“Mmmm.. Nggak tahu.” Aku menggeleng.
Memang benar aku berasal dari Surabaya dan tinggal disana lebih dari sepuluh tahun. Namun aku sama sekali tak mengetahui hal-hal yang berbau politik dan seks bebas seperti ini. Bahkan tempat prostitusi dolly yang sering diberitakan di media massa dan internet pun aku tak tahu tempatnya secara pasti.
“Yah, okelah katakan saja dolly itu sudah ada sejak sepuluh tahun yang lalu. Berarti itu udah lama kan? Dan selama itu juga dolly bisa tetep bertahan? Itu artinya apa? Setiap tahun pasti ada yang datang dan pergi untuk mengisi dolly bukan?”
Aku manggut-manggut. Mendengarkan penjelasan Mas Bandung dengan seksama. Dia adalah salah satu orang yang paling kuhormati dan kuhargai di kantor ini. Mas Bandung juga orang yang selalu mendukung dan memberikanku semangat saat orang-orang di kantor mengolok-olokku. Dia juga tipe orang yang bisa memberikan pendapat dengan alasan yang logis. Tanpa memihak. He’s always there for me as my lead. He’s the best.
“Nah hal itu juga menyimpulkan kalau banyak orang yang sudah lama menggantungkan kehidupannya di dolly bukan? Dolly udah kayak sumber mata pencaharian utama bagi mereka.”
“Tapi kan itu nggak halal? Masak mereka mau terus kerja dengan hasil uang haram sih? Mereka juga pasi udah sering dibilangin atau diolok-olok orang-orang kalau pekerjaan mereka sebagai PSK itu nggak baik?”
“Nah masalahnya disitu.” Mas Bandung tersenyum mendengar apa yang aku katakan.
“Yang menjadi PSK bukanlah orang yang tidak bermoral atau beragama. Mereka sebenarnya tahu akan itu. Bukankah kamu bilang bakal banyak orang yang mengolok-olok mereka dan meberitahu mereka kalau apa yang mereka lakukan itu salah? Tapi mereka masih tetap melakukanya? Iya nggak?”
“Iya.”
“Berhenti dari hal yang buruk yang sudah menjadi kebiasaan itu lebih sulit daripada memulai sesuatu yang baik.”
Dahiku berkerut mendengar penjelasan yang baru saja dilontarkan Mas Bandung. Apa yang ia katakan ada benarnya juga. Aku sendiri pun mengalami hal itu.
“Hmmm..Iya juga sih.. Aku juga punya kebiasaan buruk suka bangun siang. Sudah banyak juga orang yang nyeramahin dan marahin aku gara-gara masalah itu. Bahkan kadang aku telat berangkat sekolah karena sering kesiangan. Tapi aku tetap melakukannya. Tak semudah itu menghilangkan kebiasaan buruk.”
“Nah, iya kan? Apalagi jika itu merupakan sumber mata pencaharian mereka satu-satunya.”
“Hmm.. Iya sih. Tapi nggak bisa dibenerin juga apa yang udah mereka lakuin. Yang salah ya tetep salah. Ah, kenapa tiba-tiba jadi ngomongin politik begini?” Aku garuk-garuk kepala mengingat permasalahan yang sejak tadi kubahas dengan Mas Bandung.
“Hahhaha.. Kamu lucu nduk[4].. Kamu sendiri yang mulai membuka topik. Tapi bingung dan terkejut juga dengan topik yang kamu buat.”
“Oh iya, Mas Bandung tanggal 9 juli besok milih siapa? Aku belum punya KTP jadi belum bisa nyoblos. Hiks..”
“Hahahha.. Kasihan.. Nggak tahu nih mau ikut nyoblos apa nggak. Kalo cuma ngasih KTP udah boleh ikutan. Ya udah aku ikutan.”
“Hmm oke-oke.. Makasih mas.”
“Yup, nggak masalah. Asal assignment yang ada di my assignment-mu itu habisin. Awas aja kalo nggak habis.”
“Yah ujung-ujungnya ngomongin kerjaan lagi.” Seketika kepalaku tertunduk. Dengan sekali  gerakan memutar, kepalaku sudah kembali menghadap layar LCD. Mas Bandung yang melihat hal itu langsung tertawa dibuatnya.
***




[1] Part sebuah scene film
[2] Shot-shot yang harus para animator kerjakan
[3] Status open berarti belum dikerjakan
[4] Panggilan yang biasanya digunakan orang tua untuk memanggil anak perempuannya.

 #DramatisasiPolitik (6 Juli 2014)

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com