Senin, 11 November 2013

Playboy Cap Odeng

0



Genre : Comedy, Romance
Rating : T
Cast :
-          Kwon Ji Yong
-          Song Hyen Soo
-          Lee Ha Yi
 Yeoboseyo[1]?”
            Ji Yong segera mengeluarkan suara emasnya untuk membuka percakapan. Suara yang sebenarnya lebih fals dari suara kentutnya.
            “Ngapain kamu telpon – telpon aku lagi? Kamu itu udah nyakitin aku tahu nggak!”
            Ha Yi marah – marah dan meluapkan segala hal yang selama ini menganggu hatinya. Ji Yong telah menduakannya dengan Hyen Soo. Hatinya sangat sakit sekali. Bahkan lebih sakit dari di hujam seribu tombak, lalu di siram dengan solar dan akhirnya di bakar hidup – hidup.
            Please, Give me one minute!”
            Ji Yong mengucapkannya dengan ekspresi yang di lebih – lebihkan. Bibirnya sedikit ia kerucutkan ke depan. Rambutnya ia rapikan. Poninya ia sama ratakan dan tak lupa bajunya ia benrakan. Ia menelepon Ha Yi sambil berkaca dan bergaya ala Brad Pitt yang lagi jadi model iklan. Namun sayang, Ha Yi tak dapat melihat ekspresi wajahnya yang menurutnya lebih tampan dari Brad Pitt, lebih unyu dari Justin Bieber dan lebih berkelas dari PSY.
            “Kamu mau ngomong apa lagi, sih?”
            “Aku…Cuma…”
            “Cuma apa? Udah jelas – jelas kamu itu selingkuh sama temen deket aku. Sakit tahu nggak sih loe? Menusuk!”
            Ha Yi langsung memutar lagu di laptopnya dan menyambungkannya di sound yang berada di pojok kamarnya. Ia menyalakan lagu Lies Big Bang dan memutar volumenya pada tingkatan yang paling ekstrem.
 Yeah (Cinta adalah kesakitan)
 Dipersembahkan tuk semua orang yang membuatku patah hati.
Yang lama berkobar, hanya meneriakan namaku
 Dan aku begitu muak akan lagu cinta.
Yeah, Ku benci lagu cinta sialan. Kenangan kita…
Kebohongan
Big Bang Lies
            “Aku cuma mau bilang….”
            “Mau bilang apa sih?”
            “Aku cuma mau bilang kalau aku bisa dapet nelpon gratis satu jam setelah nelpon satu menit. Dan sekarang sudah lebih dari semenit!”
            Aigoo[2], kau ini memang hanya Playboy cap odeng[3]!”
            Seketika lagu 2ne1, I don’t care langsung terdengar di telinga Ha Yi. Lagu itu di putar oleh Ji Yong dengan keras, membalas apa yang di lakukan Ha Yi tadi.
            “Sudah dulu ya, aku mau telpon Hyen Soo dulu. Nanti malem aku mau ke Myeongdong sama dia soalnya. Bye Bye! Saranghae[4]!
            Deg..
            Jantung Ha Yi terasa berdetak lebih kencang ketika mendengar Ji Yong mengatakan ‘saranghae’. Ia seolah ingin berteriak dan menyuarakan kepada dunia jika saat ini ia sedang sangat bahagia. Rasanya seperti ngebelah atmosfer berlapis-lapis, meluncur bareng namja[5] manis, dan dapet wisata gratisan ke Paris.
Namun hal tersebut tak berlangsung lama. Ketika ingatan akan dirinya yang di khianati oleh Ji Yong kembali muncul di benaknya. Wajah bahagianya langsung menghilang di telan dinginnya salju di luar.
            Kita dulu itu ibarat awan mendung yang membawa titik-titik hujan. Aku adalah awannya. Yang menyediakan tempat berlindung untukmu sebagai air hujan. Sekalipun terkadang rasanya berat dan sesak membawamu pergi kemana - mana, tetapi aku tak pernah mengeluh. Aku senang bisa selalu mendekapmu dan dibuat seolah akan hidup selamanya denganmu.”
Dan engkau adalah hujan. Yang muncul dari daerah antah berantah, membawa banyak harapan palsu yang bodohnya selalu ingin ku dapatkan dan ku genggam dengan erat. Kamu terasa dingin sekaligus hangat. Keras namun juga lembut. Sayangnya kamu tak pernah bisa digenggam, selalu berdalih ingin mencari kebebasan.”
“Dan saat sang waktu bertiup membawa ke manapun kita mau, kamu tiba-tiba pergi. Jatuh dengan bebas ke bumi. Tanpa menoleh untuk sekedar melihatku dan sepatah kata perpisahan. Hampa sudah aku rasanya, tak ada lagi engkau yang bisa selalu ke dekap dan ku bawa bersama diriku.”
“Aku sendirian... Namun begitu waktu kembali meniupku, aku sadar... aku menjadi awan yang putih dan ringan. Yang bahagia di antara sinar mentari. Namun bayangan tentangmu masih teringat jelas di memori otakku. Aku… yang telah membiarkanmu jatuh entah ke mana di pelukan bumi, merelakanmu memberikan harapan baru pada orang lain.”
*****
            Hari ini Ji Yong mengajak Hyen Soo untuk untuk pergi ke Hello Kitty Café di daerah Sichon yang letaknya tak jauh dari kampus Yonsei.
            Awal mereka masuk ke dalam, mereka di sambut dengan segala pernak – pernik yang berbau Hello Kitty yang berada di depan pintu masuk yang terbuat dari kayu. Begitu masuk ke dalam, boneka-boneka kucing ini sangat mendominasi pengaturan ruangan. Hello Kitty adalah tokoh kartun kesayangan Ji Yong, oleh karena itu ia sangat senang jika makan di tempat tersebut
Ji Yong mengajak Hyen Soo untuk duduk di salah satu tempat duduk yang berada di pojok ruangan di dekat jendela.
Ji Yong menarik kursi untuk Hyen Soo seraya menyunggingkan senyum yang sangat manis kepadanya. “Gomawo[6],” ungkap Hyen Soo seraya tersenyum. Deretan giginya yang berjajar rapi terlihat manis.
“Kamu mau pesan apa?” tanya Hyen Soo begitu daftar menu tiba di mejanya dan Ji Yong.
“Kue, sandwich, kopi, tiramisu sama yoghurt.”
Mata Hyen Soo membulat lebar. “Mwo? [7]Yakin tuh?”
Ji Yong mengangguk dengan penuh semangat. Giginya yang berjajar tidak rapi, karena ada satu siung di jajaran gigi serinya terlihat.
“Aku Mocha sama sandwich aja deh,” pinta Hyen Soo pada pramuniaga kedai.
“Eh nama panjang kamu itu Choi Hyen Soo bukan sih?”
Ne[8], emang kenapa?”
“Tapi kok, setiap aku search di google yang keluar pasti ‘maaf, mungkin
maksud anda Bidadari’”
Hyen Soo menyeringai, pipinya menyemu merah bak kepiting rebus.
“Ah, kamu bisa aja, oppa!” ungkap Hyen Soo menyenggol lengan Ji Yong.
“Kamu tahu gak kenapa bidadari itu punya sayap?”
“Nggak tahu, emangnya kenapa?”
“Soalnya kalo bidadari gak punya sayap, pasti bakal susah banget
ngebedainnya sama kamu.”
“Ah, oppa jangan gombal mulu deh! Aku kan jadi malu!”
Brak..
Hyen Soo mendorong tubuh Ji Yong dengan tenaga kudanya hingga ia terjungkal dan jatuh mencium lantai.
 “Ah, oppa mianhae[9]!” Hyen Soo membantu Ji Yong untuk bangun dan kembali ke tempat duduknya.
“Maaf ya, oppa!” Hyen Soo tertunduk lesu. Wajahnya di tekuk masam. Ia tak berani menatap wajah Ji Yong. “Mangkanya jangan gombal mulu!” tambahnya sedikit kesal, namun masih di selimuti rasa bersalah
“Iya – iya. I’m fine, udah mukanya jangan di tekuk gitu ah. Tambah jelek entar!”
“Ya udah kalau emang jelek aku pergi aja.” Hyen Soo mengambil tasnya dan bangkit dari tempat duduk.
Ji Yong memegang pergelangan tangannya. Hyen Soo menoleh padanya dan menatap matanya dalam.
“Kalau kamu pergi, siapa yang bayar makanannya?”
Hyen Soo memicingkan matanya, “Oppa bercanda kan?”
Ji Yong menggelengkan kepalanya, “Aku serius!”
Oppa!” teriak Hyen Soo kesal dan membuat semua mata tertuju padanya.
“Bantuin aku ngitung jumlah salju yang lagi turun di luar yuk!” Mata Ji Yong berbinar – binar.
Dahi Hyen Soo berkerut. Ia memicingkan matanya dan mengamati mata Ji Yong dengan seksama. “Idih kerajinan, buat apa? Aku gak bisa, banyak banget!” Hyen Soo melipat kedua tangannya di depan dada.
“Nah, sebanyak itulah cintaku ke kamu.” Mata Ji Yong menatap wajah Hyen Soo dengan intens. Hyen Soo tak berkutik mendapati dirinya di amati Ji Yong sampai sebegitunya. Ia hanya tersenyum malu tanpa melakukan apapun. Takut kalau nanti melakukan hal yang berlebihan lagi dan membuat Ji Yong jadi korbannya.
“I’m fine. Don’t worry okay?”
Hyen Soo mengangguk dan tersenyum.
******
Setelah selesai menikamti makanan di Hello Kitty Cafe. Ji Yong mengajak Hyen Soo ke Myeongdong naik subway station Line 4[10]. Selama di perjalanan, Ji Yong mengenggam tangan Hyen Soo erat dan enggan untuk melepaskannya. Setelah sampai di Myeongdong Stasiun, Ji Yong menggandeng tangan Hyen Soo untuk keluar lewat exit nomor enam.
Mata Ji Yong berbinar begitu melihat keripik kentang yang di tusuk dengan irisan spiral terlihat di depan matanya. Ia menarik tangan Hyen Soo menuju kedai tersebut dan menyerobot orang – orang yang sudah datang duluan. Dari belakang Ji Yong dapat melihat kripik spiral yang baru diangkat dari penggorengan itu diolesi  keju manis. Tanpa terasa setetes air sebening kaca jatuh dari mulutnya.
Jinja massigetta[11].” Tetesan air itu kembali meluncur dari mulutnya. Hyen Soo yang berdiri di belakangnya hanya mampu geleng – geleng kepala melihatnya.
It’s show time!” teriak Ji Yong.
Mata Hyen Soo terbelalak lebar melihat Ji Yong yang langsung menyambar semua keripik kentang yang baru saja selesai di olesi dengan keju tanpa rasa bersalah. Ia sampai menjilati sisa – sisa keju yang ada di tangannya. Setelah puas makan keripik kentang, Ji Yong menarik tangan Hyen Soo menuju ke kedai sebelah dan memakan beberapa kimbab[12].
Kedai sasaran Ji Yong selanjutnya adalah tteokbokki[13]. Ji Yong melahap beberapa tteokbokki yang berada di depan matanya dengan lahap. Sampai sausnya tumpeh – tumpeh.
“Ji Yong?” panggil Hyen Soo.
“Hmm?” Ji Yong menghentikkan aktivitas makannya dan menoleh pada Hyen Soo yang tiba – tiba memanggilnya.
Hyen Soo mengusap saus yang belepotan di sekitar mulut Ji Yong dengan lembut. Ji Yong hanya mampu tertawa polos seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
“Rrrgg..” Suara sendawa Ji Yong terdengar dengan sangat keras.
Hyen Soo meneguk ludahnya dalam. “Udah puas makannya?”
Ji Yong mengangguk dengan semangat.
“Sekarang kita beli baju, yuk?
“Hah? Tunggu dulu!”
“Apa lagi?”
“Masih ada yang kurang!”
Dahi Hyen Soo berkerut mendengar kata ‘masih ada yang kurang’ keluar dari mulut Ji Yong. Ia meneguk ludahnya dalam dan membuka  dompetnya, menghitung total isinya dengan hati – hati.
“Tenang aja, kali ini aku yang bayar!”
“Yakin?”
Ji Yong hanya menjawabnya dengan anggukan kepala dan kembali mengajak Hyen Soo untuk berwisata kuliner.
“Penutup yang sempurna!” pekik Ji Yong begitu melihat sebuah kedai yang menjual odeng dan kebetulan sedang sepi.
            “Ah, odeng ahjumma[14] emang paling the best!” Ji Yong memperlihatkan jempol tangannya kepada ahjumma penjual odeng seraya tersenyum.
            “Kamu mau coba juga?” Ji Yong menyodorkan beberapa tusuk odeng kepada Hyen Soo. Namun, Hyen Soo menggeleng dan tersenyum kepadanya.
            “Ini enak lo!” tawarnya lagi.
            No, thank’s.”
            “Ya sudah kalau tidak mau!”
            Ji Yong kembali ke aktivitasnya untuk melahap tusuk demi tusuk odeng. Tanpa terasa ini sudah tusuk ke lima belas yang ia makan.
            Oppa, aku tidak punya cukup uang untuk membayar semua tusuk odeng yang telah kau makan!” Mata Hyen Soo terbelalak lebar tak percaya melihat Ji Yong yang menghabiskan banyak tusuk odeng.
            “Aku sudah bilang padamu bukan kalau aku yang akan membayarnya? Jadi kau tenang saja!” jelas Ji Yong enteng.
            Hyen Soo mulai bosan dan ingin meninggalkan Ji Yong. Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba – tiba nampak bayangan Ha Yi yang berjalan ke arahnya dari kejauhan. Hyen Soo langsung kembali pada Ji Yong dan menepuk bahunya dengan keras berulang kali.
            Ji Yong yang kaget karena tiba – tiba bahunya di tepuk oleh Hyen Soo menjadi tersedak. Dia batuk – batuk sampai membuat ahjumma penjual odeng ikut khawatir.
            Hyen Soo memiringkan wajahnya untuk melihat Ji Yong. “Mianhae, oppa. Aku terlalu terkejut melihat…”
            “Melihat apa?” tanya Ji Yong setelah berhasil memeperoleh minum dan menyembuhkan rasa tersedaknya.
            “Hhha Yii!”
            Mwo? Ha Yi? Dimana – dimana? Ji Yong mengedarkan matanya ke sekitar, mencari keberadaan Ha Yi.
            “Disana!” Hyen Soo menunjuk ke arah datangnya Ha Yi. Ji Yong menoleh ke arah tangan Hyen Soo menunjuk. Walaupun masih cukup jauh, namun  Ji Yong dapat melihat bahwa itu memang benar – benar Ha Yi.
            “Mau apa dia?” tanya Ji Yong bingung. Bibirnya bergetar. Tangannya membuka dan menutup secara bergantian. Keringat basah jatuh mengucur melewati dahinya.
            “Ya, mana aku tahu! Mungkin saja dia mau marah – marah pada oppa!”
            “Padaku? Kenapa harus aku?”
            Oppa kan pacar yang telah mengkhianatinya.”
            “Dan kau sahabat yang bermuka dua!”
            Hyen Soo berdecak pinggang, “Mwo?” Matanya menatap tajam ke arah Ji Yong. Tubuh Ji Yong semakin bergetar hebat.
            Annyeong[15]!” ungkap Ha Yi menyapa.
            Annyeong,” jawab Ji Yong dan Hyen Soo hampir bersamaan.
            “Kamu kenapa, oppa? Kok keringetan gitu? Bukankah suhu udara di sekitar sini minus dua derajat celcius? Aku aja kedinginan, masak oppa malah kepanasan, sih?”
            “Aku bbbaaik – bbaik aja kok, Yi!” jawab Ji Yong terbata.
            “Oh ya, aku kesini cuma mau salaman sama Hyen Soo!” Ha Yi mengulurkan tangannya di depan Hyen Soo.
            Dahi Hyen Soo berkerut, salah satu alisnya terangkat.
            “Selamat atas hari jadimu sama bekas pacarku, ya!” ucap Ha Yi seraya tersenyum.
            “Itu senyum ucapan selamat atau penghinaan ya?” tanya Hyen Soo sinis.
            “Aku udah relain Ji Yong oppa sama kamu kok. Aku tahu kalau bumi ini terus berputar dan nggak selamanya Ji Yong oppa sama aku terus kecuali dia memang benar – benar jodohku. Tadi aku melamun di dekat jendelaku dan menemukan sesuatu yang baru.”
            Alis Hyen Soo berkerut, “Sesuatu yang baru?”
            “Iya, semacam semangat baru. Aku melihat langit, aku iri dengan mereka. Aku ingin menjadi awan yang bisa terbang bebas di angkasa tanpa merasakan apa itu rasa cinta dan kecewa. Tapi aku tersadar dari rasa itu, justru rasa itulah yang membuat hidup berwarna. Kehilangan memberi arti memiliki, dan kecewa memberi arti rasa bahagia,” jelas Ha Yi.
            “Aku nggak mau persahabatan kita jadi rusak cuma gara – gara Ji Yong oppa, Hyun!” Setetes air mata yang bening jatuh dari pelupuk mata Ha Yi.
            “Terus kamu maunya gimana?” tanya Hyen Soo.
            Ha Yi meraih tangan Hyen Soo yang bebas dan mengenggamnya. “Aku mau kita tetep temenan sampai kapan pun dan nggak akan berpisah kecuali ajal yang memisahkan kita.”
            Hyen Soo terdiam sejenak, memikirkan apa yang di katakan Ha Yi tadi. Beberapa detik kemudian senyum terukir dengan manis di sudut bibirnya. “Aku minta maaf ya, Yi. Aku udah salah!” Hyen Soo mendekat ke arah Ha Yi dan mendekapnya.
            “Enggak Hyun, kamu nggak salah!”
            “Ih, so sweet banget sih! Aku boleh ikut pelukan nggak?” tanya Ji Yong yang sedari tadi hanya bengong melihat percakapan Hyen Soo dan Ha Yi.
            “Enggak!!” jawab Ha Yi dan Hyen Soo kompak.
            Tiba – tiba datang seorang ahjumma membawa teflon dari  belakang Ji Yong.
Plak..
            Teflon itu sukses mendarat di kepala Ji Yong. Seketika si empunya kepala jatuh dan tertidur di atas trotoar. Mulut Ha Yi dan Hyen Soo menganga lebar melihat apa yang di lakukan ahjumma tadi pada Ji Yong.
            “Maafin anak ahjumma yang masih SMP ini ya. Maklum, dia agak… ya kalian tahu sendirilah!”
            Mwo? SMP?” Hyen Soo dan Ha Yi saling menatap satu sama lain.
            “Iya, dia masih SMP. Cuma wajah sama badannya aja yang kelihatan gede. Tapi pemikirannya masih kekanak – kanakan dan nakal banget! Oh, ya uang yang dia habisin berapa? Sini biar ahjumma ganti?” tanya ahjumma seraya melemparkan pandangan ke arah Hyen Soo dan Ha Yi.
            Seketika Hyen Soo dan Ha Yi mengikuti langkah Ji Yong untuk jatuh dan tidur di atas trotoar.
-THE END-



[1] Hallo
[2] Oh My God
[3] Ikan yang di tusuk – tusuk, yang biasanya direbus dan cara memakannya dengan menggunakan kaldu kuah panas.
[4] I love you
[5] Laki - laki
[6] Terima kasih
[7] Apa
[8] Iya
[9] Maaf
[10] Line berwarna biru
[11] Enak
[12] Sushi ala Korea
[13] kue beras yang diiris dan direbus dalam sauce pedas, asam. Biasanya sausnya dari pasta cabai, tepung cabai, dan sirup.

[14] Bibi
[15] Hai

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com